Rabu, 27 Maret 2013

Rusa Moose—Raksasa Unik dari Hutan

 


”RUSA moose itu paling aneh sendiri dan jelek. Kenapa pundaknya begitu tinggi? Kenapa kepalanya lonjong sekali?” Henry David Thoreau, yang menulis kata-kata tersebut pada abad ke-19, bukan satu-satunya orang yang memberikan penilaian seperti itu tentang rusa moose. Karena makhluk penyendiri ini jarang terlihat di alam liar dan penampilannya kocak, banyak yang menduga moose itu lamban dan dungu. Benarkah? Para periset di Amerika Utara dan Eurasia telah menemukan banyak fakta tentang binatang yang khas ini.

Tidak seorang pun membantah bahwa moose itu binatang raksasa. Meski ”penguasa hutan” ini memiliki kaki-kaki panjang yang membuatnya tampak canggung, kaki-kaki itu justru bisa menghalau sekawanan serigala. Moose belajar berenang dalam beberapa hari setelah lahir, dan diamati bisa berenang berkilo-kilometer serta menyelam hingga sekitar enam meter untuk mencari tanaman air!

Seekor moose dapat menggerakkan matanya dan mendeteksi gerakan hampir ke segala arah tanpa perlu menoleh. Hidungnya juga merupakan alat yang efektif. Para periset menduga bahwa karena lubang hidung moose terpisah jauh, itu memberinya kesanggupan yang unik untuk menentukan lokasi berbagai objek dalam skala tiga dimensi. Pendengaran moose pun merupakan bagian dari paket sensornya. Telinganya bisa digerakkan ke segala arah, dan dapat menangkap suara-suara dari moose lainnya sejauh tiga kilometer!

Anak moose, yang dilukiskan ”menggemaskan sekali” oleh seorang penulis, biasanya suka ingin tahu dan bandel. Induk mereka melindungi anak-anaknya dengan memberikan perawatan yang lembut dan setia. Induk moose akan menyerang apa saja yang mengincar anaknya yang masih kecil, termasuk serigala, beruang, dan bahkan manusia. Akhirnya, ketika anak moose berusia kira-kira satu tahun dan induknya mulai bunting lagi, si induk dengan agresif mengusirnya supaya si anak bisa mandiri.

BERTAHAN HIDUP DI UTARA

Karena moose hanya memakan tanaman, bagaimana mereka bisa bertahan hidup pada musim dingin yang beku? Antara lain dengan makan sebanyak-banyaknya selama musim yang lebih hangat. Moose menyantap hingga 23 kilogram pakan setiap hari, entah tumbuhan yang setinggi tiga meter atau yang di bawah air. Mereka memanfaatkan sepenuhnya makanan ini dengan mencernanya dalam empat ruang di perutnya, menyerap gizi yang diperlukan dan menimbun lemak. Tetapi, moose menghadapi bahaya lain pada musim dingin.

Dingin yang menggigit dan salju yang tebal menguji ketahanan moose. Ia menyukai hidup yang tenang pada musim dingin, bergerak sesedikit mungkin serta mempertahankan panas tubuh di bawah bulunya yang tebal. Tidak mudah bagi moose untuk selamat dari serigala pada saat salju, tetapi sering kali, bahaya yang lebih besar justru adalah manusia—khususnya pemburu dan pengendara mobil.

Moose doyan kandungan nutrisi yang terdapat pada garam yang ditabur di jalan-jalan raya di daerah utara untuk melelehkan salju. Namun, karena bulu moose berwarna gelap dan ia biasa menyeberang jalan setelah senja, para pengemudi sulit melihatnya untuk menghindari tabrakan. Akibatnya, manusia maupun moose bisa tewas.

BINATANG YANG JENAKA

Moose diamati suka bermain-main dengan ombak di laut dan asyik berendam dalam mata air panas. Pada musim kawin, moose betina dan jantan terlihat memadu kasih, dan kesetiaan induk moose terhadap anaknya benar-benar menyentuh hati. Anak moose yang dipelihara manusia bisa membentuk ikatan ibu-anak. Dr. Valerius Geist mengamati, ”Binatang yang aneh dengan wajah yang tidak sedap dipandang ini bisa gesit, penuh kasih sayang, dan amat setia.”


Anak moose biasanya suka ingin tahu dan bandel
Namun sebagai peringatan: Moose adalah satwa liar yang sangat kuat dan perkasa. Kalau Anda kebetulan melihatnya di alam liar, tunjukkanlah respek dan jangan dekat-dekat dengannya. Itu sangat penting khususnya sewaktu ia bersama anak-anaknya. Tetapi, dari jarak yang aman pun Anda bakal kagum melihat raksasa unik dari hutan ini sedang merumput.

Sumber : www.jw.org

Senin, 18 Maret 2013

Sudah Siapkah Aku Berpacaran?

 

 Apa berpacaran itu?

  • Kamu sering jalan dengan seorang lawan jenis. Apakah kamu berpacaran?
  • Kamu dan seorang lawan jenis saling tertarik. Beberapa kali sehari, kamu ber-SMS atau mengobrol dengannya lewat telepon. Apakah kamu berpacaran?
  • Setiap kali kumpul dengan teman-teman, kamu sering bersama dengan lawan jenis yang itu-itu juga. Apakah kamu berpacaran?
Kemungkinan besar, kamu tidak kesulitan menjawab pertanyaan yang pertama. Tetapi, kamu mungkin perlu berpikir dulu sebelum menjawab pertanyaan kedua dan ketiga. Apa tepatnya berpacaran itu?
Sebenarnya, berpacaran adalah kegiatan antarteman apa pun di mana minat romantismu terfokus pada satu orang dan minat orang itu terfokus padamu.
Jadi, jawaban untuk ketiga pertanyaan di atas adalah ya. Entah lewat telepon atau bertemu langsung, terang-terangan atau diam-diam, jika kamu dan teman lawan jenis saling memiliki perasaan romantis dan rutin berkomunikasi, itu berpacaran.

 Apa tujuan berpacaran?

Berpacaran hendaknya punya tujuan yang terhormat—membantu pria dan wanita muda menentukan apakah mereka ingin menikahi satu sama lain.
Memang, sebagian temanmu mungkin tidak menganggap berpacaran itu serius. Barangkali mereka hanya suka punya teman lawan jenis yang spesial, tanpa berniat menikah. Ada yang mungkin bahkan menganggap teman seperti itu hanya sebagai piala atau aksesori untuk dilihat orang demi menaikkan harga diri mereka.
Tetapi, hubungan yang dangkal seperti itu sering kali hanya seumur jagung. ”Banyak anak muda berpacaran satu atau dua minggu saja lalu putus,” kata gadis bernama Heather. ”Mereka menganggap hubungan seperti itu sementara saja—boleh dibilang mempersiapkan mereka untuk bercerai, bukannya untuk menikah.”
Jelaslah, sewaktu kamu berpacaran dengan seseorang, kamu memengaruhi perasaan orang itu. Jadi, pastikan niatmu terhormat.—Lukas 6:31.




Kalau kamu berpacaran tanpa berniat menikah, kamu bertingkah seperti anak kecil yang bermain dengan mainan baru lalu membuangnya
Pikirkan: Apakah kamu mau ada orang yang mempermainkan perasaanmu seolah-olah itu mainan anak-anak—dipegang sebentar lalu tak lama kemudian ditinggal begitu saja? Kalau begitu, jangan lakukan itu kepada orang lain! Alkitab berkata bahwa kasih ”tidak berlaku tidak sopan”.—1 Korintus 13:4, 5.
Anak muda bernama Chelsea berujar, ”Kadang aku pikir pacaran itu hanya untuk main-main, tapi kalau satu pihak kemudian menganggapnya serius, itu bukan main-main lagi namanya.”
Tips: Guna mempersiapkan diri untuk berpacaran dan menikah, baca 2 Petrus 1:5-7 dan pilih satu sifat yang perlu kamu upayakan. Dalam sebulan, lihat berapa banyak kamu belajar tentang—dan mengembangkan—sifat itu.

 Apa aku sudah cukup umur untuk berpacaran?

  • Menurutmu, berapa usia yang cocok bagi seorang anak muda untuk mulai berpacaran?
  • Sekarang, ajukan pertanyaan itu kepada ayah atau ibumu.
Kemungkinan, jawabanmu berbeda dengan orang tuamu. Atau, barangkali tidak! Kamu mungkin termasuk di antara banyak anak muda yang dengan bijaksana menunda berpacaran sampai cukup dewasa untuk mengenal diri sendiri dengan lebih baik.
Itulah yang diputuskan Danielle, 17 tahun. Ia berkata, ”Kalau aku ingat dua tahun yang lalu, apa yang aku anggap syarat penting untuk calon suami kini menjadi sangat berbeda. Sebenarnya, sekarang pun aku tidak yakin pada diriku sendiri. Kalau aku sudah merasa kepribadianku stabil selama beberapa tahun, baru aku akan memikirkan soal berpacaran.”
Ada alasan lain mengapa menunda itu bijaksana. Alkitab menggunakan frasa ”mekarnya masa remaja” untuk menggambarkan periode kehidupan ketika dorongan seksual dan perasaan romantis mulai menguat. (1 Korintus 7:36) Terus bergaul akrab dengan satu lawan jenis saat kamu masih dalam fase ini bisa mengobarkan hasratmu dan berujung pada perbuatan salah.
Memang, itu mungkin sepele bagi teman-temanmu. Banyak di antara mereka mungkin tidak sabar untuk bereksperimen dengan seks. Tetapi, kamu bisa—kamu mesti—punya cara berpikir yang lebih baik! (Roma 12:2) Lagi pula, Alkitab mendesakmu untuk ’lari dari percabulan’. (1 Korintus 6:18) Dengan menunggu sampai melewati mekarnya masa remaja, kamu dapat ’menjauhkan malapetaka’.—Pengkhotbah 11:10.

 Mengapa menunda berpacaran?

Ditekan untuk berpacaran padahal kamu belum siap sama seperti dipaksa ikut ujian akhir suatu mata pelajaran yang belum kamu pelajari. Jelas, itu tidak adil! Kamu perlu waktu untuk mempelajari mata pelajaran itu agar terbiasa dengan jenis-jenis soal yang akan keluar di ujian.
Begitu juga dengan berpacaran.
Berpacaran bukan soal sepele. Jadi, sebelum kamu siap untuk berfokus pada seseorang, kamu perlu waktu untuk mempelajari ”mata pelajaran” yang sangat penting—cara menjalin persahabatan.
Di kemudian hari, sewaktu bertemu orang yang tepat, kamu sudah lebih siap untuk menjalin hubungan yang solid. Lagi pula, pernikahan yang sukses adalah ikatan dari dua sahabat.
Menunda berpacaran tidak akan mengurangi kebebasanmu. Sebaliknya, itu akan memberimu lebih banyak kebebasan untuk ’bersukacita pada masa mudamu’. (Pengkhotbah 11:9) Dan, kamu juga akan punya waktu untuk mempersiapkan diri dengan mengembangkan kepribadianmu dan, yang terpenting, kerohanianmu.—Ratapan 3:27.
Sementara itu, kamu bisa menikmati pergaulan dengan lawan jenis. Apa cara yang terbaik? Bergaullah dalam kelompok, laki-laki dan perempuan, dengan pengawasan yang baik. Gadis bernama Tammy mengatakan, ”Menurutku lebih asyik begini. Lebih enak kalau kita punya banyak teman.” Monica sependapat. ”Bergaul bersama-sama adalah ide yang bagus,” ujarnya, ”karena kita bisa bergaul dengan orang-orang yang punya beragam kepribadian.”
Sebaliknya, jika kamu terlalu dini berfokus pada satu orang, kamu lebih berisiko sakit hati. Jadi, jangan terburu-buru. Gunakan masa mudamu untuk belajar caranya memupuk dan mempertahankan persahabatan. Kelak, jika memutuskan untuk berpacaran, kamu sudah lebih mengenal dirimu dan apa yang kamu butuhkan dari seorang teman seumur hidup.

Sumber : www.jw.org

Selasa, 12 Maret 2013

Bagaimana Menjadi Ayah yang Baik





”Apa yang salah?” Pertanyaan ini menyiksa Michael, * dari Afrika Selatan. Ia sudah berusaha keras menjadi ayah yang baik, tetapi setiap kali memikirkan putranya yang sulit diatur yang berusia 19 tahun, ia ragu apakah ia sudah menjadi orang tua yang lebih baik.
Kontrasnya, Terry, yang tinggal di Spanyol, tampaknya sukses sebagai seorang ayah. Putranya, Andrew, berkata, ”Saya punya banyak kenangan tentang Papa yang suka membaca untuk saya, bermain bersama saya, mengajak saya jalan-jalan berdua saja. Papa mengajar saya caranya bersenang-senang.”
Memang, tidaklah mudah menjadi ayah yang baik. Tetapi, ada prinsip-prinsip dasar yang bisa membantu. Banyak ayah merasa bahwa mereka dan keluarga mereka memperoleh manfaat sewaktu mereka mengikuti hikmat dalam Alkitab. Mari kita perhatikan beberapa nasihat praktis dari Alkitab yang bisa membantu para ayah.

 1. Sediakan Waktu untuk Keluarga Anda

Sebagai ayah, bagaimana Anda menunjukkan kepada anak-anak Anda bahwa mereka penting bagi Anda? Pastilah ada banyak yang Anda lakukan demi anak-anak Anda, termasuk pengorbanan yang Anda buat untuk menafkahi mereka dan menyediakan tempat tinggal yang layak bagi mereka. Anda tidak bakal melakukan hal-hal itu jika mereka tidak penting bagi Anda. Namun, bila Anda tidak meluangkan cukup waktu bagi anak-anak Anda, mereka bisa menyimpulkan bahwa Anda lebih peduli pada hal-hal lain, seperti pekerjaan, teman, atau hobi Anda, ketimbang pada mereka.
Kapan sebaiknya seorang ayah mulai menyediakan waktu untuk anak-anaknya? Seorang ibu mulai membentuk ikatan dengan anaknya sewaktu sang anak masih dalam kandungan. Kira-kira 16 minggu setelah pembuahan, bayi yang belum lahir mungkin sudah mulai mendengar. Pada tahap ini, seorang ayah juga bisa mulai membangun hubungan yang unik dengan anaknya yang belum lahir. Ia bisa mendengar degup jantung sang bayi, merasakan tendangannya, berbicara padanya, dan bernyanyi untuknya.
Prinsip Alkitab: Pada zaman Alkitab, pria-pria terlibat secara pribadi dalam pendidikan anak-anak mereka. Para ayah didesak untuk menggunakan waktu bersama anak-anak secara teratur, sebagaimana jelas dari kata-kata Alkitab dalam Ulangan 6:6, 7, yang berbunyi, ”Perkataan ini yang kuperintahkan kepadamu hari ini harus ada di dalam hatimu; dan engkau harus menanamkan semua itu dalam diri putramu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan dan apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”

2. Ayah yang Baik Adalah Komunikator yang Baik







Dengarkan dengan tenang tanpa menghakimi
Agar dapat efektif berkomunikasi dengan anak-anak Anda, Anda mesti menjadi pendengar yang penuh perhatian. Anda perlu memupuk kesanggupan untuk mendengar tanpa bereaksi berlebihan.
Jika anak-anak Anda merasa bahwa Anda gampang marah dan cepat menghakimi, mereka akan enggan mengungkapkan isi hati mereka kepada Anda. Tetapi, jika Anda mendengarkan mereka dengan tenang, Anda akan menunjukkan bahwa Anda punya minat yang tulus pada mereka. Sebagai balasan, mereka akan lebih bersedia untuk menceritakan pikiran dan perasaan mereka yang berharga kepada Anda.
Prinsip Alkitab: Hikmat praktis dalam Alkitab telah terbukti berfaedah dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari. Misalnya, Alkitab berkata, ”Setiap orang harus cepat mendengar, lambat berbicara, lambat murka.” (Yakobus 1:19) Para ayah yang menerapkan prinsip Alkitab ini sanggup berkomunikasi secara lebih baik dengan anak-anak mereka.

 3. Berikan Disiplin dan Pujian yang Pengasih

Bahkan jika Anda merasa frustrasi atau marah, disiplin yang Anda jalankan hendaknya merupakan pernyataan kepedulian yang pengasih demi kesejahteraan jangka panjang anak Anda. Itu mencakup nasihat, koreksi, didikan, dan hukuman jika diperlukan.
Selain itu, disiplin lebih efektif jika sang ayah selalu memuji anak-anaknya. Sebuah peribahasa kuno berkata, ”Bagaikan apel emas dalam pahatan perak, begitulah perkataan yang diucapkan pada waktu yang tepat.” (Amsal 25:11) Pujian membantu anak-anak mengembangkan sifat-sifat yang baik. Anak-anak bertumbuh sejahtera jika mereka diakui dan dihargai. Ayah yang mencari kesempatan untuk memberikan pujian akan turut membangun kepercayaan diri anak-anaknya dan memotivasi mereka untuk tidak menyerah dalam upaya melakukan apa yang benar.
Prinsip Alkitab: ”Hai, bapak-bapak, janganlah membuat anak-anakmu kesal, agar mereka tidak patah semangat.”Kolose 3:21.

4. Kasihi dan Respeklah Istri Anda




Cara seorang ayah menjalankan perannya sebagai suami tentu memengaruhi anak-anak. Sekelompok pakar perkembangan anak menjelaskan, ”Salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan seorang ayah bagi anak-anaknya adalah merespek ibu mereka. . . . Ayah dan ibu yang saling merespek dan menunjukkannya kepada anak-anak mereka menyediakan lingkungan yang aman bagi anak-anak.”The Importance of Fathers in the Healthy Development of Children. *
Prinsip Alkitab: ”Suami-suami, teruslah kasihi istrimu . . . Hendaklah kamu masing-masing secara perorangan juga mengasihi istrinya seperti dirinya sendiri.”Efesus 5:25, 33.

 5. Terapkan Hikmat Allah yang Praktis

Para ayah yang dengan tulus mengasihi Allah dapat memberi anak-anak mereka warisan yang paling berharga—hubungan yang akrab dengan Bapak surgawi mereka.



Setelah puluhan tahun bekerja keras membesarkan enam anak, Antonio, seorang Saksi Yehuwa, menerima catatan berikut dari salah seorang putrinya, ”Papa tersayang, aku cuma ingin berterima kasih sama Papa karena sudah membesarkanku untuk mengasihi Allah Yehuwa, sesama, dan diri sendiri—menjadi orang yang seimbang. Aku bisa rasakan kalau Papa mengasihi Yehuwa dan Papa peduli padaku. Terima kasih ya, Pa, karena Papa telah menomorsatukan Yehuwa dalam kehidupan dan telah memperlakukan anak-anak Papa sebagai karunia dari Allah!”
Prinsip Alkitab: ”Engkau harus mengasihi Yehuwa, Allahmu, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan segenap tenaga hidupmu. Dan perkataan ini yang kuperintahkan kepadamu hari ini harus ada di dalam hatimu.”Ulangan 6:5, 6.
Selain lima poin tadi, jelas ada banyak hal yang tersangkut untuk menjadi seorang ayah yang baik; dan patut diakui bahwa sekalipun Anda berupaya keras menjadi ayah yang baik, Anda tidak bisa menjadi ayah yang sempurna. Tetapi, bila Anda berupaya menerapkan prinsip-prinsip ini dengan cara yang pengasih dan seimbang, Anda sesungguhnya bisa menjadi ayah yang baik. *






Sumber : www.jw.org