
Siapa yang tak kenal durian, apalagi buahnya. Sosok pohon yang aslinya sangat besar ini, tingginya bisa mencapai 50 m. Daunnya berwana hijau dibagian atas dan dibagian bawahnya perak atau keemasan. Buah durian memiliki bungkus kulit berduri yang kuat dan keras. Aroma buahnya saja sudah membuat tertarik orang yang melewatinya. Apalagi buahnya yang tebal menguning seperti mentega.
Buah durian yang semerbak dan lezat ini tercipta dengan bungkusan duri yang tajam dan keras. Bukan tanpa maksud, sebab dengan kelezatan dan aromanya, durian menjadi incaran banyak hewan. Bila kulitnya lunak atau sama sekali tidak terbungkus duri, maka jatah durian hanya untuk konsumsi hewan di atas pohon seperti tupai, kalong, monyet dan burung. Bila demikian, manusia takkan pernah bisa mencicipinya.
Ada pepatah seperti mendapat durian runtuh. Pepatah ini menggambarkan karakter durian yakni ketika sudah matang dia akan jatuh sendiri. Durian tak pernah dipanen sebelum matang. Saat matang, pemilik durian tak perlu capek-capek naik pohon durian. Dia tinggal menunggu durian terhempas jatuh dan tinggal mengambilnya ditanah. Kalaupun ada buah durian mentah yang ikut jatuh, itu karena terbentur durian di atasnya yang melayang menabrak buah mentah. Tentu saja, dengan kulit yang keras, durian akan baik-baik saja ketika mendarat ditanah. Tak ada kulitnya yang pecah atau hancur.
Jatuh dengan sendirinya adalah sifat khas dari durian. Ia tak mau menjatuhkan diri sebelum matang. Ia tak mau tergesa-gesa bisa disantap manusia saat belum pantas dimakan. Saat jatuh ia berani menjamin, buahnya takkan disia-siakan manusia atau hewan. Saat durian jatuh inilah, waktu yang tepat untuk menikmati puncak kelezatan buah durian. Beberapa hari lewat dari masa jatuhnya durian, maka rasanya akan berkurang, buahnya lembek dan akan busuk. Jangan berharap menikmati durian yang lezat dari hasil karbitan. Jangan pula berharap menikmati durian enak dengan memetiknya langsung dari pohonnya. Durian hanya lezat bila dia jatuh melepaskan diri dari gantungan tangkai buahnya.
Durian mengajarkan pada kita untuk menunggu saat yang tepat mempersembahkan karya terbaik. Sebelum terhempas dan memberi “karya terbaik”, manusia terbaik akan tetap dalam posisinya mengolah buah karyanya untuk jadi yang terbaik. Ketergesa-gesaan takkan menghasilkan manfaat yang maksimal. Bahkan ketergesa-gesaan bisa membuat “buah” karya kita pecah saat terhempas di lingkungan luar yang keras. Bila karya kita sudah :matang” maka tak perlu menunda-nuda lagi jatuh dan terjun berbuat yang terbaik untuk lingkungan.
Kesabaran untuk menjaga kualitas “buah” karya perlu kita tiru dari sosok durian. Kita juga perlu melindungi buah karya dari serangan “pemangsa” . Melindungi buah karya tidak harus membuat tameng pada karya-karya kita dengan menyimpannya ditempat tersembunyi. Cara melindungi karya dengan cara menuliskan, mengajarkan dan mengamalkannya. Pada saatnya kita tejun dan terhempas ke “tanah” dunia berkarya, kita akan siap dan punya keyakinan diri, akan mampu bertahan, tidak pecah atau hancur. Maka saat buah karya kita telah dipungut dan dimanfaatkan, pastilah mengandung manfaat yang tinggi
makan durian di tempat umum di Singapore dilarang!!! gak enak banget yaaa
BalasHapusrugi mereka yang gak suka durian,
aku sih suka pol!!!